Ada yang suka nonton silent vlog? Tayangan video hening tanpa/minim suara instrumen di dalamnya. Audio berasal dari aktivitas di video seperti langkah kaki, suara pintu, suara saat memasak, dan lainnya. Saya sangat suka menyimak silent vlog karena menghadirkan feel damai dan rasanya terhanyut ke dalamnya. Silent vlog yang saya tonton biasanya menggambarkan daily routine yang menerapkan gaya hidup slow living. Penasaran juga? Kamu bisa tonton channel YouTube favorit saya seperti @hammimommy, @honeyjubu, @cnliziqi dan @her86m2.
Silent vlog yang menggambarkan penerapan slow living tersebut relate dengan kehidupan saya. Ternyata selama ini saya sudah menerapkan gaya hidup slow living.
Gaya hidup slow living hadir di tengah kehidupan masyarakat urban yang serba cepat dan rentan terhadap stress. Konsep hidup yang lebih lambat namun lebih bermakna menjadi daya tarik dari gaya hidup slow living ini.
Bagi banyak orang, kehidupan modern telah sampai pada titik jenuh yang membutuhkan solusi. Banyak orang mulai mengeluhkan kesibukan yang tiada habisnya, tekanan produktivitas dan ekspektasi, sedikitnya waktu untuk diri sendiri dan keluarga, energi yang terkuras setiap hari, waktu yang sangat cepat berlalu, dan tingkat kesehatan yang menurun.
Sebenarnya ini merupakan sinyal dari kesadaran terhadap ketidakseimbangan hidup holistiknya. Orang dengan kehidupan serba cepat atau super sibuk akan mulai mempertanyakan tujuan hidupnya dan kualitas kesehatan badan, pikiran, dan mental/jiwa/spiritualnya.
Awalnya, gerakan slow living berasal dari gerakan slow food movement yang muncul di Roma, Italia pada tahun 1980-an. Sebuah campaign yang mengajak masyarakat untuk kembali ke tren makanan organik yang lebih sehat dan meninggalkan makanan cepat saji.
Kata SLOW dalam frasa tersebut awalnya merupakan akronim untuk menjelaskan tren ini. S untuk sustainable, L untuk local, O untuk organic, dan W untuk whole.
Pengertian Slow Living
Konsep gaya hidup slow living hadir sebagai lawan dari konsep hustle culture yang serba cepat dan penuh kesibukan.
Gaya hidup slow living adalah hidup dengan tempo yang lebih lambat dan mindful atau lebih memperhatikan semua aspek dalam rutinitas harian.
Slow living adalah pilihan yang disengaja untuk hidup dengan penuh kesadaran dan berkelanjutan.
Kebermaknaan, menghargai nilai, menghargai waktu untuk diri sendiri, terhubung dengan alam, dan merasa puas dengan apa yang dimiliki daripada mengejar lebih banyak uang, status, dan hal-hal lain,merupakan hal yang menjadi perhatian dari gaya hidup ini.
Untuk lebih jelasnya, hidup lambat bukanlah tentang menghabiskan waktu ekstra untuk setiap tugas. Sebaliknya, ini tentang menyediakan waktu yang pantas untuk suatu pekerjaan berdasarkan nilai-nilai kita.
Jika menyangkut hal-hal yang memengaruhi kualitas hidup Anda, efisiensi tidak selalu menjadi jawabannya.
Dalam kehidupan pada umumnya yang menyatakan lebih cepat lebih baik, sering terjadi ironi. Entah bagaimana, uang seperti tidak pernah cukup meskipun mendapat kenaikan gaji dan promosi, atau rezeki banyak, karena uang tersebut digunakan untuk membeli keinginan-keinginan yang lebih banyak, lebih baik, lebih berkelas.
Pengeluaran berlebihan dan hutang memaksa orang untuk mengambil lebih banyak pekerjaan dan tanggung jawab, dan siklus ini terus berlanjut.
Sebaliknya, orang-orang yang menjalani slow living mungkin menolak posisi dengan gaji lebih tinggi jika itu berarti mengorbankan waktu luang mereka.
Mereka menemukan kepuasan di rumah yang mereka tinggali dan mobil yang mereka kendarai daripada mencari pilihan yang “lebih besar dan lebih baik”.
Yang lebih penting lagi, pilihan-pilihan mereka didorong oleh tujuan-tujuan dan nilai-nilai mereka, bukan kesenangan sesaat dan kemanfaatan.
Inilah perbedaan antara slow living dan kehidupan pada umumnya masyarakat.
Slow living tidak sama dengan hidup minimalis/hidup sederhana. Meskipun hidup sederhana berfokus pada memiliki lebih sedikit harta dan kewajiban, slow living lebih terkait erat dengan hidup berkelanjutan dan mengonsumsi secara sadar di semua bidang kehidupan. Itu jika dilihat dari segi pola konsumsi.
Meskipun demikian, slow living dan minimalism menekankan pada menghabiskan waktu dan energi pada hal-hal yang paling dihargai. Hal ini dicapai melalui kewaspadaan dan menghubungkan keputusan dengan hasil, yang juga dikenal sebagai kesengajaan .
Slow living menekankan pada gaya hidup yang tidak buru-buru, tetap fokus, dan menciptakan satu tempo yang tepat untuk diri sendiri.
Kecepatan hidup maupun produktivitas tiap orang berbeda. Kesadaran untuk melaju sesuai ritme dan kecepatan masing-masing dan berusaha menikmati prosesnya sambil menerapkan nilai-nilai yang dipegangnya juga merupakan bagian dari slow living.
Gaya hidup slow living dapat diterapkan pada seluruh aspek kehidupan sehari-hari. Mulai dari rutinitas saat bangun di pagi hari, sarapan, bekerja, mengasuh anak, bersosialisasi, berbisnis, bisa menjalaninya dengan lebih slow.
Untuk bisa lebih memahami slow living ini, kita bisa memikirkan hal yang menjadi kebalikannya, yaitu fast living atau hidup serba cepat dan terburu-buru.
Makan terburu-buru, mandi cepat-cepat, mempersiapkan berangkat kerja dengan tergesa-gesa, menyuapi anak maunya segera beres, dan kegiatan lain yang serba ingin cepat tuntas.
Memang urusan kehidupan kita menuntut untuk sesegera mungkin dihandle. Ini tentu melibatkan pikiran dan perasaan kita yang juga harus bekerja cepat. Keadaan ini mengakibatkan ketidakseimbangan badan, pikiran, dan perasaan.
Gaya hidup slow living yang melambatkan ritme pikiran dan aktivitas, menawarkan menciptakan rasa lebih damai dan puas dalam diri, mengurangi stres, serta meningkatkan keseimbangan hidup secara keseluruhan.
Seorang yang menerapkan slow living akan lebih mengedepankan rasa syukur, lebih menghargai dirinya, lebih memiliki tujuan, memiliki prioritas, dan fokus pada hal-hal yang bermakna untuk dirinya.
Karena slow living berarti menjalani hidup lebih lambat, maka orang yang menjalaninya akan lebih selektif dan membuat prioritas akan berbagai pilihan hidup. Dia hanya mengambil untuk menjalani yang sesuai dengan nilai-nilainya saja. Dan memanfaatkan sumber daya dan waktunya dengan sebaik-baiknya.
Jadi, slow living bukan berarti bermalas-malasan dan tidak produktif. Tapi selektif dan mengoptimalkan pada apa yang dipilihnya sembari mencari cara untuk menikmatinya secara bermakna.
- Contoh Gaya Hidup Slow Living
Gaya hidup slow living dapat diterapkan pada berbagai aspek dan rutinitas harian.
Misalnya dalam hal makanan. Alih-alih memilih makanan cepat saji sebagai bekal makan siang, kita bisa memilih untuk membawa bekal dari rumah dengan memasaknya sendiri. Tentu saja ini butuh waktu dalam mempersiapkannya. Mulai dari memilih menu sederhana tapi lezat dan sehat, berbelanja bahan, dan bangun lebih pagi untuk memasaknya.
Tentu bagi orang yang terbiasa praktis dan ga mau repot, beli makanan jadi akan jadi pilihan.
Tapi jangan salah, saat ini semakin banyak orang yang lebih memilih membawa bekal dari rumah. Selain lebih hemat, cita rasa rumahan, dan makan dari lunch box pribadi itu berasa lebih sehat, tasty, dan comfy loh. Siapa yang lebih suka membawa bekal dari rumah?
Kalau dihitung secara waktu dan tenaga dalam menyiapkan bekal makan siang, ini tergolong very slow living ya. Bagi yang sudah terbiasa ini terasa menyenangkan. Bahkan urusan memilih lunch box pun membuat hepi.
Jika menyangkut hal-hal yang memengaruhi kualitas hidup Anda, efisiensi tidak selalu menjadi jawabannya.
Contoh slow living lain yang banyak dijalani masyarakat adalah tentang pilihan pekerjaan. Kesempatan bekerja di kota besar dengan gaji besar, tuntutan jam kerja dan mobilitas tinggi tentu hal menggiurkan. Namun konsekuensinya harus jauh dari keluarga kecil yang baru dibangunnya.
Tak sedikit seorang laki-laki tulang punggung keluarga lebih memilih gaji lebih kecil daripada kesempatan di kota besar demi bisa menjaga kebersamaan dengan keluarga. Tak apa pencapaian hidup lebih slow asal bisa mempertahankan nilai-nilai lain seperti kedekatan dengan keluarga dan kesehatan fisik mentalnya.
Slow living merupakan pilihan secara sadar dengan mempertimbangkan beberapa hal pribadi maupun sekitar. Slow living yang dipaksakan tidak selalu membawa kebaikan.
Penduduk bumi pernah mengalami slow living yang dipaksakan saat masa lockdown pandemi Covid-19. Laju kehidupan melambat seketika, produktivitas pun menurun drastis. Sebuah fase yang bagi sebagian orang menjadi kesempatan bisa lebih melambat namun enjoy, bisa tetap produktif tapi lebih santai. Tapi bagi banyak orang lainnya justru menjadi masa-masa mencekam, penuh tekanan, dan kekurangan. Gaya hidup slow living yang dimaksud bukan seperti itu.
Masa pandemi merupakan masa yang sulit. Namun masa itu memberi pelajaran bagi semua orang tentang berharganya kesehatan, keluarga, dan waktu.
Gagasan slow living hadir untuk menjadikan hidup lebih baik, melawan gagasan umum yang mengatakan lebih cepat lebih baik. Tidak cepat atau melambat bukan berarti tidak berprogres, namun melakukan sesuatu dengan kecepatan yang tepat.
Pada akhirnya, penganut slow living adalah orang-orang yang berusaha menemukan keseimbangan antara bekerja, waktu luang, waktu dengan orang terdekat atau keluarga, dan waktu untuk bersosialisasi.
Lambat, sadar, berkembang, dan menerima ketidaksempuarnaan adalah kata kunci tentang apa itu gaya hidup slow living. Gaya hidup ini akan mengajarkan cara menemukan keseimbangan yang sesuai untuk diri dan tentunya mendukung kesehatan secara keseluruhan.
Manfaat gaya hidup slow living
Menerapkan gaya hidup slow living yang berorientasi pada keseimbangan bisa mengurangi tingkat stres sekaligus memperbaiki berbagai aspek rutinitas, seperti pilihan makanan, aktivitas, hingga juga pola tidur.
Kesehatan dan kesejahteraan hidup akan lebih terkendali ketika menerapkan gaya hidup slow living. Selain itu akan mendapatkan lebih banyak waktu untuk melakukan hal penting (produktif yang bermakna), serta menemukan lebih banyak makna dan kesenangan dalam rutinitas harian.
Dengan berkurangnya stres dan kesediaan waktu yang lebih banyak, maka akan dapat membuat lebih banyak komitmen dengan orang terdekat, menekuni hobi, dan terhubung dengan alam.
Cara Menerapkan Slow Living
Berikut ini beberapa langkah sederhana untuk menerapkan slow living dalam kehidupan sehari-hari.
1. Memperlambat laju atau ritme dalam segala hal.
Mulailah dari merasakan tarikan dan hembusan nafas, rasakan udara yang mengalir ke paru-paru. Makanlah lebih pelan, nikmati setiap kecap dan kunyah hingga halus. Berdo'a dan shalat lebih tenang, lebih khusyuk. Kurangi kecepatan berkendara dan lebih waspada sekitar. Berbicara lebih pelan, memperhatikan intonasi dan lawan bicara.
2. Menemukan Nilai-nilai Berharga
Nilai berharga dalam hidup ini yang membuat seseorang nyaman menjalani slow living dan bisa bertahan menghadapi godaan maupun celaan.
Memilih menjadi pelaku zero waste, memasak sendiri, resign dari pekerjaan demi anak-anak dan keluarga, adalah beberapa contoh nilai berharga yang mendasari pola hidup lebih lambat tapi bermakna atau slow living.
Memilih mengikuti suatu nilai menjadi awal langkah memulai slow living.
2. Malakukan Rutinitas Pagi
Menciptakan rutinitas pagi merupakan cara paling mudah dan bisa ditandai dalam memulai slow living. Rutinitas pagi bisa memberi semangat di awal hari, menenangkan, dan memberikan keteraturan.
Tentukan durasinya, bisa 30-60 menit atau lebih. Contoh rutinitas pagi secara berurutan:
Bangun, minum air putih 2 gelas, latihan pernafasan ringan di luar
Berwudhu, shalat subuh, berdo’a, mengaji, dzikir pagi
Memasak nasi (aktivitas lain yang disisipkan)
Sisir rambut dan skincare pagi
Menyeduh secangkir kopi
Membaca 10 menit
Olahraga ringan sambil mendengarkan podcast motivasi atau kajian
Rutinitas pagi berfokus pada diri sendiri, sebelum melakukan aktivitas pekerjaan harian lain. Aktivitas ini bisa berkembang seiring waktu, yang penting ada nilai yang kita ingin dapatkan dari rutinitas yang dilakukan.
3. Menganggap Istimewa Waktu Luang
Melansir laman IDN Times, seorang psikolog di Amerika Serikat bernama Daniel Wysocki, mengatakan kepada The Healthy, sesungguhnya penerapan gaya hidup slow living dimulai dengan memahami bahwa waktu adalah sumber daya terbatas yang paling berharga bagi seseorang.
Tentang waktu ini, seluruh dunia dapat belajar dari Belanda dalam hal melindungi “waktu saya”. Mereka menjadwalkan segalanya terlebih dahulu, termasuk waktu mereka untuk bersantai di rumah.
Ini mungkin tampak seperti cara hidup yang ketat, namun kenyataannya, hal itu menghalangi mereka untuk memenuhi hari-hari secara berlebihan dengan kewajiban.
Orang sibuk cenderung menganggap waktu luang sebagai sebuah kemewahan daripada sebuah kebutuhan. Sementara orang yang punya banyak waktu luang malah sering menyia-nyiakan waktunya. Sebuah ironi yang nyata. Mari perbaiki mindset kita tentang waktu.
4. Miliki Me Time Harian
Slow living juga ditandai dengan mendapatkan waktu “me time” berkualitas.
Me time bukan berarti menghabiskan waktu berlebih dengan memanjakan diri sendiri. Ini bisa berarti rehat sejenak untuk recharge energi setiap hari di sela-sela kesibukan harian, untuk menghindari kejenuhan dan burn out. Selain itu untuk mendapatkan kepuasan dalam menjalani hari.
Lakukan apa yang kamu sukai tapi bermanfaat dan tidak menggangu aktivitas lain secara keseluruhan. Membaca buku favorit, berlatih desain, merajut, menggambar, jurnaling, berkunjung ke situs web yang inspiratif, bercengkrama dengan tanaman, atau sekedar scroll media sosial bisa menjadi alternatif me time harian. Perhatikan durasinya ya, ambil waktu secukupnya dan segera beranjak ke to do list lainnya.
5. Batasi Penggunaan Smartphone
Berapa jam dalam sehari kita menghabiskan waktu bersama smartphone? Jika untuk pekerjaan, hal produktif, atau komunikasi yang mengeratkan hubungan, tentu tak masalah.
Kenali diri, seberapa banyak waktu untuk screentime yang kurang memberikan manfaat dan malah membawa pada penyesalan. Slow living sangat menghargai waktu.
6. Perhatian Terhadap Pengeluaran
Uang tidak bisa membeli kebahagiaan, tapi bisa membeli kebebasan dan segala kemudahan. Uang adalah topik yang pribadi dan sensitif, ini merupakan sumber daya berharga selain waktu dan kesehatan.
Penting untuk memeriksa semua pengeluaran dan dengan jujur merenungkan nilai yang mereka bawa ke dalam hidupmu.
Slow living memang erat kaitannya dengan mindfulness. Kesadaran dalam setiap tindakan akan memberikan pengaruh dalam gaya hidup kita.
Salah satu cara untuk membantu proses refleksi ini adalah dengan memikirkan pengeluaran dalam kaitannya dengan pemasukan kita.
Jangan sampai ketidak hati-hatian dalam pengeluaran menyebabkan kita harus bekerja ekstra untuk menambal lubang hutang yang akhirnya berdampak pada kehidupan kita lainnya seperti kesehatan dan ketenangan.
7. Lebih Sering Memasak di Rumah
Memasak sendiri masakan yang akan dikonsumsi menjadi ciri khas slow living. Nikmati aktivitas di dapur dan berbelanja karena ini akan berlangsung selama kita hidup dan sehat. Jadikan memasak sebagai aktivitas menyenangkan dan tingkatkan keterampilan memasak. Keberhasilan menyajikan masakan hangat untuk diri sendiri, anak-anak, suami, dan keluarga lain merupakan hal yang membahagiakan.
Bagi kitchen beginner, sering-seringlah menonton video memasak. Ini sangat membantu mengasah feel kita untuk lebih dekat dengan dunia dapur, mengenal bahan dan ragam masakan. InsyaAllah kamu akan tak sabar untuk turun ke dapur coba masak ini itu.
8. Perbaiki Pola Tidur
Tidur bisa menyegarkan penat dan mengembalikan energi. Bisa menjadi seorang yang mindful dan reflektif akan sangat sulit jika mengalami kelelahan sepanjang waktu. Tekad kita terbatas, dan tidur adalah bagian penting untuk memulihkannya.
Jika memungkinkan untuk tidur siang (qoilulah), maka lakukanlah. Ini bisa sebagai “me time” harian juga loh. Maka waktu setelah tidur siang akan menjadi lebih bertenaga dan lebih fresh.
Untuk tidur malam, nasehat terbaik tentu jangan begadang karena akan mengganggu ritme sirkadian tubuh. Saat menjelang tidur, sebaiknya jauhi screen handphone ya. Saya tau ini sulit apalagi bagi yang pengantar tidurnya bersumber dari hp.
9. Miliki Hobi yang Relaxing dan Membuat Bahagia
Biasanya memilih hobi karena apa? Suka, kan? Jika dalam daftar hobimu terasa kurang Relaxing dan bikin hepi, mungkin kamu perlu menambahkan satu hobi yang lebih menyenangkan.
Misal, yang hobinya menulis atau edit-edit, meski nyenengin dan bahkan bercuan, tapi membutuhkan kerja pikiran yang kadang membuat tegang. Kamu bisa menambahkan hobi lain yang melibatkan aktivitas fisik yang memacu release endorfin. Olahraga ringan seperti badminton, skipping, atau berenang mungkin bisa jadi pilihan.
10. Terhubung dengan Alam Secara Teratur
Mengingat gaya hidup slow living yang berkembang dari pola makan from garden/farm to table (slow food movement), tidak mengherankan jika gaya hidup ini berakar kuat pada keterhubungan dengan alam.
Berada di alam memberikan manfaat kesehatan nyata. Bersantai di halaman belakang rumah yang rindang dapat meningkatkan perasaan tenang dan meningkatkan suasana hati.
Menatap langit ketika pagi dan sore hari akan memberikan pandangan luas tak bertepi. Menikmati hujan memberi perasaan syahdu dan kadang recall memori-memori indah.
Melihat pemandangan di luar jendela kendaraan yang melaju juga indah. Carilah sebanyak mungkin momen memandang dan menikmati alam dan sesuatu di balik penciptaannya.
11. Bergabung di Komunitas
Gaya hidup slow living mendukung individu untuk terlibat dengan komunitas. Pilihlah komunitas yang senilai, sefrekuensi, dan kalau bisa yang mendukung ikigaimu.
Komunitas akan membuat seseorang lebih bersemangat, berharga, bertumbuh, dan lebih bahagia.
12. Tingkatkan Kesabaran
Jika ingin beralih dari gaya hidup fast living ke slow living, kamu memerlukan banyak kesabaran. Kesabaran adalah salah satu kebaikan yang sering dinasehatkan, yang dapat dikembangkan dan asah seiring berjalannya waktu. Jadi, memilih slow living, berarti juga memilih untuk lebih bersabar.
13. Pantau Self-Talk
Self-talk sering tidak menjadi perhatian dalam nasihat-nasihat perubahan. Saran saya, mulai sekarang pantau self-talkmu. Pilih yang sesuai dengan nilaimu, dan abaikan hal-hal tidak berguna. Jagalah hidup di pikiranmu sejernih mungkin. Jangan sampai hidup lahiriahmu mulai berhasil melambat, disengaja, terkendali, tapi dalam dunia di balik benakmu masih super sibuk.
14. Luangkan Waktu Untuk Refleksi Diri Secara Teratur teratur
Perjalanan menuju kehidupan yang lambat akan mengalami pasang surut, liku-liku.
Dengan tetap berhubungan dengan diri sendiri dan merefleksikan nilai-nilai dan tujuanmu, kamu dapat tetap berada di jalur dan melakukan penyesuaian bila diperlukan.
Refleksi bisa dilakukan melalui penjurnalan atau sesi persiapan tidur malam. Refleksi diri secara teratur membantu memberikan kejelasan perspektif akan perjalanan perubahan menuju hidup yang lebih slow, bermakna, dan bahagia.
Mari Mulai Pelankan Lajumu
Untuk memulai gaya hidup slow living, yang pertama harus memahami apa itu slow living dan bagaimana cara menerapkannya. Meski terlihat mudah, tentu perlu penyesuaian pola dan berlatih secara perlahan hingga menemukan tempo yang paling tepat, bermakna, dan mengakomodasi nilai-nilai kita.
Jika gaya hidup slow living ini cocok untukmu, tidak ada salahnya memperjuangkannya. Banyak orang yang berhasil menerapkannya merasa bahwa kehidupan menjadi lebih baik dengan berpegang pada prinsip ini. So, mari mulai memperlambat laju hidup untuk lebih bahagia dan produktif.
.
https://lowimpactlove.com/slow-living-for-beginners/#:~:text=Naturally%2C%20the%20opposite%20of%20slow,salary%20because%20of%20lifestyle%20inflation
Idntimes.com
Eigeradventure.com
Post a Comment