Siapa sih yang bilang bahwa mengucapkan selamat natal itu dosa? Emangnya ada dalil larangan mengucapkan selamat natal? Mana dong, coba sini kasih lihat?!
Pernah nggak denger atau baca kalimat-kalimat seperti di
atas? Mungkin di media sosial banyak ya pertanyaan serupa.
Desember sudah masuk akhir bulan. Akhir tahun agenda
liburan sudah di depan mata. Saya dan keluarga senang karena akan liburan
sekolah dan berkumpul bersama keluarga besar.
Tapi setiap akhir tahun seperti ini, ada beberapa PR
mengiringi acara liburan. PR apa sih? Ini berkaitan dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti di atas. Yaitu tentang mengedukasi anak bagaimana
sikapnya tentang mengucapkan selamat natal dan tahun baru.
Di media sosial pasti berseliweran ya konten tentang ini.
Dan di sekolah anak pun juga melakukan edukasi tentang bagaimana harusnya sikap
seorang muslim berkaitan dengan hari raya agama lain.
Ramenya sih pas momen natal kayak gini, kalau hari raya
agama lain kayaknya ga terlalu dibahas deh.
Mungkin karena umat Kristiani yang hidup berdampingan dengan
umat Islam jumlahnya banyak ya. Jadi menjadi dilema manakala momen kebahagiaan hari
besar mereka, masa iya ga ngucapin.
Apalagi mereka ngucapin loh hari raya Idul Fitri ke kita. Masa kita ga membalasnya? Trus kalo Bos kita yang Nashara, masa ga ngucapin juga?
Bagi umat Islam yang ga pernah punya hubungan, ikatan, atau
pergaulan dengan non-muslim, sepertinya hal tersebut tidak menjadi masalah. Ya,
seperti kami dulu. Keluarga, lingkungan, circle, semuanya muslim. Ga pernah
mengalami dilema semacam itu.
Tapi semakin luas pergaulan, hubungan, dan relasi kerja,
kami bersentuhan juga dengan non-muslim dalam keseharian. Tetangga mepet rumah
adalah Om Tante kristiani yang sangat baik. Atasan suami dan circle kerjanya orang
beda agama juga. Nah, gimana dong bersikap saat momen hari raya mereka.
Untuk saya dan suami, Alhamdulillah sudah sepaham
sepemikiran tentang hal ini dan bergandengan tangan bersama mendidik anak tentang hal ini. Kami sama-sama meyakini bahwa urusan keyakinan
adalah urusan masing-masing pribadi. Surat Al-Kafirun cukup sebagai landasan
hujjah untuk tidak mencampur-adukkan antara agama dengan urusan muamalah dan
lainnya. Intinya, kami tidak perlu mengucapkan selamat kepada umat agama lain.
Toleransi dalam bentuk menghargai pilihan mereka saja.
Hidup tidak berhenti pada kekompakan kita pada suatu nilai ternyata. Kita punya anak-anak yang belum memiliki pondasi nilai agama sekuat kami. Jadi mau tak mau harus memikirkan bagaimana cara mengedukasi mereka dengan ilmiah agar bisa menerimanya juga.
Kami juga bergaul dan kadang menerima pertanyaan tentang
hukum mengucapkan selamat natal ini. Jadi, kami membuka diri untuk terus
belajar, paling tidak kalau ditanya punya jawaban yang bisa dipertanggung
jawabkan.
Jadi, aslinya tulisan ini saya tujukan untuk diri sendiri
agar makin kokoh memegang keyakinan ini. Selanjutnya saya akan membahas the
reason di balik mengapa umat Islam tidak boleh mengucapkan selamat natal dan
hari raya lainnya. Sebuah catatan untuk saya gunakan sebagai bahan ngobrol sama
anak-anak nanti.
Buat Teman Fillaah yang sedang butuh referensi bahas hal ini
juga, silahkan boleh ikut nimbrung.
Oh ya, dalam tulisan ini saya menyertakan gambar-gambar poster dakwah hasil karya teman satu grup di ACP (Akhwat Creative Project). Pencantuman poster dakwah di blog Aishawa sudah atas izin pembuat poster. Terima kasih saya ucapkan kepada ACP dan akhowat kontributor poster dakwah tentang dalil larangan mengucapkan selamat natal. Baarakallaahu fiikunna.
Benarkah Tidak Ada Dalil Larangan Mengucapkan Selamat Natal
Apakah ada hadist yang melarang mengucapkan selamat natal?
Berhembus desas-desus bahwa tidak ada dalil larangan
mengucapkan selamat natal. Benarkah demikian?
Setelah bolak-balik mencari referensi dari web terpercaya tentang
ucapan natal ini, bener deh tidak menemukan dalil dari Al-Qur’an maupun hadits yang
isinya berupa teks larangan mengucapkan Selamat Natal.
Trus berarti boleh dong mengucapkan Selamat Natal? Eits,
tunggu dulu! Saya bilangnya ga ada teks larangan yang khusus natal. Tapi dalil
yang berkaitan dengan ini adalah larangan terlibat dengan perayaan hari raya
dan ibadah agama lain.
Jadi, ikut terlibat, bergembira, dan mengucapkan perayaan apa pun agama lain selain Islam, semua dilarang.
Ijma’ (kesepakatan
ulama) sejak masa silam menunjukkan haramnya mengucapkan selamat pada hari rayanon-muslim, termasuk hari raya natal. Hal ini terdapat dalam perkataan Ibnul
Qayyim rahimahullah berikut ini,
وأما
التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق ، مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم
، فيقول: عيد مبارك عليك ، أو تهْنأ بهذا العيد ونحوه ، فهذا إن سلم قائله من
الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثماً عند
الله ، وأشد مقتاً من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس ، وارتكاب الفرج الحرام ونحوه
، وكثير ممن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك ، ولا يدري قبح ما فعل ، فمن هنّأ عبداً
بمعصية أو بدعة ، أو كفر فقد تعرض لمقت الله وسخطه
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya
.
Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal
tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang
mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada
seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas
mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” (Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 441)
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah
mengatakan pula,
تهنئة
الكفار بعيد الكريسمس أو غيره من أعيادهم الدينية حرامٌ بالاتفاق
“Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang
berkaitan dengan perayaan agama orang kafir adalah haram berdasarkan sepakat
ulama” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 3: 45).
Syaikh Dr. Sholih Al Fauzan hafizhohullah berkata dalam
fatwanya, “Hal-hal yang sudah terdapat ijma’ para ulama terdahulu tidak boleh
diselisihi bahkan wajib berdalil dengannya.
Larangan Mengagungkan dan Menyemarakkan Perayaan Non-Muslim
Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
اجتنبوا
أعداء الله في عيدهم
“Jauhilah orang-orang kafir saat hari raya mereka”
(Diriwayatkan oleh Al Baihaqi di bawah judul bab ‘terlarangnya menemui orang
kafir dzimmi di gereja mereka dan larangan menyerupai mereka pada hari Nairuz
dan perayaan mereka’ dengan sanadnya dari Bukhari, penulis kitab Sahih Bukhari
sampai kepada Umar).
Nairuz adalah hari
raya orang-orang qibthi yang tinggal di Mesir. Nairuz adalah tahun baru dalam
penanggalan orang-orang qibthi. Hari ini disebut juga Syamm an Nasim.
Jika kita diperintahkan untuk menjauhi hari raya orang kafir dan dilarang mengadakan perayaan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin diperbolehkan untuk mengucapkan selamat hari raya kepada mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam bukunya, Al Iqtidha’ 1:
454 menukil adanya kesepakatan para sahabat dan seluruh pakar fikih terhadap
persyaratan Umar untuk kafir dzimmi, “Di antaranya adalah kafir dzimmi baik
ahli kitab maupun yang lain tidak boleh menampakkan hari raya mereka
Jika kaum muslimin telah bersepakat untuk melarang orang
kafir menampakkan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin seorang muslim
diperbolehkan untuk menyemarakkan hari raya orang kafir. Tentu perbuatan
seorang muslim dalam hal ini lebih parah dari pada perbuatan orang kafir.”
Mengapa Kita Tidak Boleh Mengucapkan Selamat Natal?
Teman Fillaah, ijma’ ulama yang baru kita bahas merupakan
masalah aqidah. Tentu jika ingin mendalaminya mengapa, apa alasan detailnya,
dan dalil apa saja kah yang menjadi landasan, kita perlu mendatangi langsung
majelis Ilmu para ulama, atau paling tidak datang bertanya kepada Ustadz.
Tidak ada kapasitas saya untuk membahasnya lebih lanjut. Di
sini saya ingin menekankan, untuk hal-hal yang sudah menjadi hukum agama,
mengapa masih ada di antara umat Islam yang tidak bisa menerimanya?
Sesungguhnya, di sinilah keteguhan aqidah kita
dipertanyakan. Dan biasanya, masih ada kerancuan dalam pola pikir jika terus
ngotot menentang larangan ini.
Mungkin kurangnya keyakinan bahwa Islam lah
satu-satunya agama paling benar. Kurang memahami ayat Qur’an yang artinya:
Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah agama Islam.
Mengucapkan natal juga berarti mengakui agama yang dibangun atas landasan menuhankan Isa ‘alaihissalaam. Suatu hal yang membuat Allah Murka.
Masih ada juga muslim yang menganggap bahwa semua agama benar. Semua punya Tuhan masing-masing, dan memiliki surga neraka sesuai keyakinannya. Jika ini yang dipahami, kerancuan berpikirnya sudah sangat komplek.
Dia berada pada kebingungan di mana dia harus berpijak. Saudara
muslim yang berpikiran seperti ini mungkin kurang memahami agama Islam yang
dianutnya itu seperti apa dan bagaimana aturan-aturan di dalamnya.
Baginya kehidupan itu harus selalu tampak menyenangkan,
saling berbagi perhatian dan menunjukkan
dukungan. Betul, dalam muamalah hal tersebut tidak menjadi masalah. Namun dalam
hal aqidah, kita mempunyai batasan dan aturan.
Keengganan untuk menerima ketetapan agama akan membawa pada kenaifan
dan perasaan-perasaan tidak nyaman.
Karenanya akan sulit bagi dia memiliki belas kasih kepada
non-muslim dengan keinginan untuk mendakwahinya dengan Islam. Kebaikan baginya
adalah toleransi dengan ikut berbahagia terhadap keyakinannya. Dia tidak memahami perlunya mengajak
orang lain ke Islam dengan lemah lembut demi kebahagiaan yang lebih hakiki.
Dalam hal ini mari kita mencontoh saudara seiman kita yang tinggal di luar negeri, di negara-negara bukan Islam. Contoh kisah mualaf yang pernah saya tulis adalah kisah Aisha Rosalie dan Andrew Tate.
Mereka yang memeluk Islam
setelah perjuangan mencari keyakinan yang paling benar, ya mereka yang mualaf.
Mereka saat sudah merasakan hidayah Islam akan berjuang agar keluarga dan teman
dekatnya ikut merasakan nikmat Islam yang dia rasakan.
Dan mereka sangat berusaha untuk itu, secara pribadi maupun
melalui komunitas. Semangatnya berdakwah kepada Islam benar-benar karena ingin
merangkul orang lain kepada kebenaran dan kebahagiaan. Mereka sudah tau dan
merasakan sendiri perbedaan yang Haq dan yang bathil.
Ini sungguh menjadi pembeda dengan kita. Kita sebagai muslim
dari lahir kadang merasa sungkan atau kurang berani kalau ingin memperkenalkan
agama Islam yang mulia ini kepada non-muslim.
Kerancuan berpikir lain adalah mengenai pengakuan atas hari lahir Isa Al-Masih pada tanggal 25 Desember. Dalam Qur'an Surat Maryam Allah sebutkan saat Isa 'alaihissalam lahir adalah saat pohon kurma masak. Berarti itu di musim panas. Kalau bulan Desember biasanya musim apa? Natal biasanya pas turun salju, kan? So, can you explain this?
Apa Hukumnya Jika Kita Mengucapkan Selamat Natal?
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke
Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan
bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata,
“Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)” (HR. Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).
Ibnu Hajar lantas mengatakan, “Bisa disimpulkan dari hadits tersebut larangan merasa gembira saat hari raya orang musyrik dan larangan menyerupai orang musyrik ketika itu.
Bahkan Syaikh Abu Hafsh Al Kabir An
Nasafi, seorang ulama mazhab Hanafi sampai berlebih-lebihan dalam masalah ini
dengan mengatakan, ‘Siapa yang menghadiahkan sebutir telur kepada orang musyrik
pada hari itu karena mengagungkan hari tersebut maka dia telah kafir kepada
Allah” (Fathul Bari, 2: 442).
Dalam Faidhul Qadir (4: 551), setelah Al Munawi menyebutkan
hadits dari Anas kemudian beliau menyebutkan terlarangnya mengagungkan hari
raya orang musyrik dan barang siapa yang mengagungkan hari tersebut karena hari
itu adalah hari raya orang musyrik maka dia telah kafir.
Sungguh ngeri ancaman bagi orang yang ikut bergembira dengan perayaan hari keagamaan orang kafir ya, Teman Fillaah. Ancamannya bahkan bisa mengarah pada kekafiran.
Namun, ini bukan berarti kita menjudge orang yang ikut
bergembira atau mengucapkan natal dan hari raya agama lain sebagai kafir.
Seperti kata Ulama, menghukumi seseorang kafir itu tidak bisa dilakukan
perseorangan. Harus oleh orang yang ahli dan diteliti terlebih dahulu, mempertimbangkan banyak hal dan memperhatikan hujjah dia juga tentunya.
Namun, kita sebagai pribadi muslim hendaknya mawas diri dan
berhati-hati akan peringatan yang diberikan dari dalil-dalil yang sudah ada.
Jangan menyepelekan dan meremehkannya.
Jika Masih Sulit Menerima
Jika di antara Teman Fillaah masih ada yang sulit untuk
menerima dalil larangan mengucapkan selamat natal seperti yang sudah dijabarkan
di atas, mungkin sebaiknya memikirkan dan mengkaji ulang dalil dan penjelasan ulama. Hal yang baru
kita ketahui memang kadang membuat terkejut. Tapi ingatlah, ini adalah perkara
yang Allah tetapkan. Jika kita menerima dan mengikutinya, itu berarti mengikuti
Allah. Dan jika kita menolaknya berarti
menolak Allah juga. Menyelisihi apa yang sudah Allah larang berarti menantang kemurkaanNya juga. Wallahu a’lam bishshawaab.
Sumber
https://rumaysho.com/3053-ulama-sepakat-haram-mengucapkan-selamat-natal.html
Setelah tinggal di Colomadu, jadi punya banyak dan kenal tetangga Nasrani. Kalau Idul Fitri mereka juga ikut mbarak, Mbak. Keliling silaturahim di kampung. Alhamdulillah, jadi punya bahan untuk memahamkan anak-anak tentang ini juga.
ReplyDeletesubhaanallaah...sampai ikut mbarak juga...ya paling tidak memang perlu mendidik anak, keluarga dan orang terdekat kita mbak. Setidaknya mereka tau sikap kita seperti apa jadi bisa saling menghargai. Di situ lah sebenarnya toleransinya.
DeleteKalau di keluarga besar suami, kebetulan memang Mbah utinya (jadi saudara ibu mertua) ada yang Katolik. Setiap tahun baik idul Fitri ataupun natal untuk kumpul keluarga aja. Ya meskipun pas natal pembukaan acaranya ada doa sesuai keyakinan mereka, ya kita cukup diam aja. Sama tetep menghindari mengucapkan selamat natal. Buat menjalin silaturahmi aja. Semoga tetap mawas dengan ajaran Islam.
ReplyDeleteUntuk keluarga yang memang Bhinekka Tunggal Ika sepertinya malah sudah saling memahami sikap masing-masing ya mbak. Keutuhan keluarga tetap dijaga tanpa perlu meributkan tuntutan untuk saling mengucapkan selamat hari raya
DeleteAlhamdulillah orang-orang terdekat saya banyak yang nonmuslim, baik sahabat, saudara tetangga. Tetapi mereka memahami kenapa saya tidak mengucapkan selamat untuk hari raya mereka. Karena meski tidak dalam rangka hari raya, kami tetap menjalin hubungan baik.. Indahnya menjaga kerukunan dengan toleransi saling menghargai ya mbk.. 😍
ReplyDelete