Hari itu aku ada kesempatan mengobrol dengan tetanggaku saat dia mampir ke rumah. Satu hal yang menjadi ciri khas ibu 4 orang anak yang cantik dan cerdas ini, kalau bertemu topik yang paling sering dibicarakan adalah masalah kesehatan. Lebih khusus pengalaman pribadi atau keluarga yang berkaitan dengan kesehatan. Apa mungkin karena beliau dan suaminya sama-sama bekerja di dunia medis ya, jadi selalu ada saja hal baru yang bisa diangkat untuk dibicarakan.
Siang itu dia cerita tentang putri pertamanya yang sedang mengambil program untuk gelar sarjananya NERS, yakni sarjana keperawatan. Saat praktek di salah satu Rumah Sakit, ada pasiennya anak gadis remaja yang menderita diabetes. Dan ada luka yang cukup mengerikan dan perlu kesabaran sangat untuk menanganinya. Dari hasil dialog dengan keluarga pasien, gadis itu setiap hari minum minuman kemasan. Dan dokter menyimpulkan bahwa itu adalah salah satu penyebab sakitnya.
Anak-anak di zaman sekarang ini termasuk generasi yang rentan dengan penyakit diabetes. Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dikutip dari berita kompas.com, kasus diabetes pada anak melonjak drastis sampai 70 kali lipat pada 2023, jika dibandingkan dari 2010. Prevalensi kasus pada Januari 2023 adalah 2 per 100.000 jiwa.
Sebenarnya, apa sih penyakit diabetes mellitus pada anak? Berikut ini sedikit mengenal tentang DM pada anak.
Mengenal Diabetes Mellitus (DM) Anak
Diabetes melitus (DM) atau penyakit kencing manis adalah gangguan metabolisme yang timbul akibat peningkatan kadar gula darah di atas nilai normal yang berlangsung secara kronis. Hal ini disebabkan adanya gangguan pada hormon insulin yang dihasilkan kelenjar pankreas.
Insulin berfungsi mengatur penggunaan glukosa oleh otot, lemak atau sel-sel lain di tubuh. Apabila produksi insulin berkurang, maka akan menyebabkan tingginya kadar gula dalam darah serta gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Pada umumnya, DM dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. DM tipe-1 disebabkan oleh pankreas yang tidak memproduksi cukup insulin, sementara DM tipe-2 disebabkan oleh resistensi insulin atau gangguan kerja insulin yang juga dapat disertai kerusakan pada sel pankreas. Ini artinya, tubuh akan kesulitan memakai insulin guna mengubah gula darah menjadi energi meski kadarnya dalam tubuh normal.
Penyebab Diabetes Melitus pada Anak
Penyebab DM tipe-1 adalah interaksi dari banyak faktor antara lain, kecenderungan genetik, faktor lingkungan, sistem imun, dan sel β pankreas yang perannya masing-masing terhadap proses DM tipe-1 belum diketahui.
DM tipe-1 tidak dapat dicegah dan siapa pun dapat mengalaminya. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, Di Indonesia, DM tipe-1 pertama kali didiagnosis paling banyak pada kelompok usia 10-14 tahun dengan 403 kasus, kemudian kelompok usia 5-9 tahun dengan 275 kasus, kelompok usia kurang dari 5 tahun dengan 146 kasus, dan paling sedikit adalah usia di atas 15 tahun dengan 25 kasus.
Menurut laporan yang diterima IDAI hingga Selasa malam (31 Januari 2023), ada 1.645 pasien anak penderita diabetes yang tersebar di 13 kota.Ke -13 kota tersebut, yaitu Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Jogja, Solo, Surabaya, Malang, Denpasar, Makassar, dan Manado.
Berdasarkan usia, sebaran kasus diabetes pada anak yang paling tinggi berada di usia 10-14 tahun dengan porsi 46,23 persen.
Diikuti anak usia 5-9 tahun sebesar 31,05 persen, anak usia 0-4 tahun sebanyak 19 persen, dan anak usia lebih dari 14 tahun sebesar 3 persen.
Berdasarkan jenis kelamin, sebaran kasus diabetes pada anak lebih banyak didominasi oleh perempuan dengan persentase 59,3 persen dan laki-laku 40,7 persen.
DM tipe-1 tidak dapat dicegah dan siapapun dapat mengalaminya. Di Indonesia, DM tipe-1 pertama kali didiagnosis paling banyak pada kelompok usia 10-14 tahun dengan 403 kasus, kemudian kelompok usia 5-9 tahun dengan 275 kasus, kelompok usia kurang dari 5 tahun dengan 146 kasus, dan paling sedikit adalah usia di atas 15 tahun dengan 25 kasus.
Berbeda halnya dengan DM tipe-1, DM tipe-2 pada anak biasanya terdiagnosis pada usia pubertas atau lebih tua.
Berbeda dengan DM tipe-1, DM tipe-2 sangat erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat seperti berat badan berlebih, obesitas, kurang aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, dan diet tidak sehat/tidak seimbang, serta merokok. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan angka kejadian faktor risiko DM tipe-2 yaitu sebesar 18,8% anak usia 5-12 tahun mengalami kelebihan berat badan dan 10,8% menderita obesitas.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mewanti-wanti bahaya diabetes yang dikenal sebagai silent killer.
“Diabetes di Indonesia memang naik tinggi, diabetes itu kan mother of all diseases. Jadi kalau terus-terusan ada dan enggak di-treat (dirawat), itu bisa stroke, bisa jadi (gagal) ginjal, bisa jadi jantung,” kata Budi saat ditemui di RS Kanker Dharmais, Jakarta Barat, Jumat (3/2/2023).
Anak-anak yang mengalami diabetes itu, mereka adalah anak usia sekolah, yaitu para pelajar yang setiap hari menghabiskan waktunya di sekolah. Kalau kita perhatikan, di sebagian besar sekolah, di sekitar sekolah ada banyak pedagang makanan berupa jajanan anak sekolah. Ada cilok, pentol, Lekker, terang bulan, puding, aneka es instan, batagor, siomay, dan lain-lain. Dan bila diamati lagi, komposisi jajanan anak tersebut didominasi oleh tepung dan gula. Padahal 2 bahan makanan inilah yang beresiko meningkatkan angka kegemukan dan obesitas pada anak. Jika tiap hari anak-anak terbiasa mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan tepung dan gulanya, makan akan rentan mengalami yang namanya sindrom metabolik seperti diabetes.
Gejala Diabetes Mellitus Anak yang perlu diwaspadai
Berikut adalah gejala-gejala yang perlu diwaspadai jika anak menderita DM :
1. Banyak makan
Anak dengan DM akan merasakan lapar terus-menerus meski baru selesai makan. Rasa lapar ini didorong oleh jumlah insulin yang tidak memadai sehingga gula tidak dapat diolah menjadi energi;
2. Banyak minum
Anak akan merasa haus terus-menerus karena ketidakmampuan tubuh memproduksi hormon insulin sehingga tubuh mengalami dehidrasi;
3. Banyak kencing dan mengompol
Rasa haus yang menyebabkan anak selalu minum tidak diimbangi dengan kemampuan tubuh untuk menyerap cairan dengan baik. Anak dengan DM akan lebih sering buang air kecil dari pada frekuensi normal, terutama di malam hari.
4. Penurunan berat badan yang drastis dalam 2-6 minggu sebelum terdiagnosis
Meski anak sering minta makan, tetapi tubuhnya tidak bertambah gemuk, melainkan cenderung kehilangan berat badan dalam jumlah yang cukup signifikan. Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan tubuh dalam menyerap gula darah dalam tubuh sehingga menyebabkan jaringan otot dan lemak menyusut;
5. Kelelahan dan mudah marah
Tubuh anak yang tidak mampu menyerap gula dari makanan membuatnya kekurangan energi sehingga mudah merasa lelah. Anak juga akan mengalami gangguan perilaku dan perubahan emosi menjadi cepat marah dan murung;
6. Tanda kedaruratan lainnya yang perlu diwaspadai, antara lain sesak napas, dehidrasi, syok dan napas berbau keton.
7. Resistensi insulin atau gangguan pada kerja insulin dapat menyebabkan beberapa area kulit anak berubah menjadi lebih gelap, seperti ketiak dan leher.
Cara Mencegah Diabetes Tipe 2 pada Anak
- Kontrol Metabolik dengan Tata Laksana yang sesuai
Mempertahankan berat badan ideal. Jika anak memiliki berat badan berlebih, maka upayakan untuk menguranginya sekitar 5-10% untuk mengurangi risiko. Diet kalori dan rendah lemak sangat dianjurkan sebagai cara terbaik menurunkan berat badan dan mencegah DM tipe-2.
2. Pola makan sehat
Diet yang paling sehat adalah diet tinggi makanan nabati, rendah garam dan lemak jenuh. Caranya dengan mengurangi membeli makanan cepat saji, menyiapkan bekal makanan sehat, perbanyak asupan buah dan sayur, dan mengolah makanan dengan cara direbus alih-alih digoreng.
3. Ketat terhadap konsumsi gula harian
Konsumsi Gula Maksimal Empat Sendok Makan Per Hari, Makin Sedikit Makin Baik
Dokter ahli gizi, Tan Shot Yen menjelaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI berbeda pendapat mengenai anjuran konsumsi gula. Kemenkes masih toleran dengan menganjurkan konsumsi gula tidak lebih dari 50 gram per hari.
Gula Terkenal Sebagai Kalori Kosong, Tubuh tidak Membutuhkannya
Sementara itu, WHO menganjurkan asupannya kalau bisa kurang dari 25 gram per hari. WHO memberikan limit yang jauh lebih ketat dibandingkan pemerintah Indonesia.
Menurut dr Tan, masyarakat Indonesia suka salah mengerti dengan mengira gula harus dikonsumsi 50 gram. Padahal, semakin sedikit konsumsi gula, maka semakin baik.
Bukan berarti manusia punya kebutuhan 50 gram atau empat sendok makan. Itu ngerinya bukan main. Itu artinya limit paling atas, bukan berarti itu jumlah gula yang harus kamu penuhi,” ujar dr Tan dalam “Talkshow: The Hidden Crisis of Obesity”, di Jakarta, Sabtu (4/3/2023)
4. Berikan contoh yang baik kepada anak dengan turut membiasakan pola makan sehat untuk diri sendiri dan keluarga. Dengan begitu, risiko diabetes tidak hanya dapat ditekan pada anak, tetapi juga anggota keluarga lainnya.
5. Ajak anak untuk melakukan aktivitas fisik
Mencegah diabetes tipe 2 pada anak juga bisa dengan melakukan aktivitas fisik. Semakin banyak aktivitas fisik yang dilakukan, semakin banyak kalori yang dibakar oleh tubuh. Anak-anak dan remaja harus aktif secara fisik setidaknya selama 60 menit hampir setiap hari dalam seminggu. Jadi ketika anak aktif ke sana ke mari itu malah bagus, biarkan mereka terus bergerak sembari mengeksplorasi dunianya.
6. Untuk tipe anak yang mager alias malas gerak, batasi waktu interaksi dengan televisi dan perangkat elektronik setidaknya 2 jam sehari. Buatlah mereka sibuk dengan memberikan tugas rumah pada anak, seperti menyapu, belanja ke warung, angkat jemuran, dan lain-lain.
7. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
Bapak Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menghimbau agar anak melakukan pemeriksaan hemoglobin A1c (HbA1c) secara rutin. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur rerata jumlah sel darah merah (hemoglobin) yang berikatan dengan gula darah selama 3 bulan terakhir.
Gula darah disebut normal jika HbA1c di bawah 5,7 persen, dinyatakan prediabetes jika jumlah HbA1c antara 5,7–6,4 persen, dan diabetes jika jumlah HbA1c mencapai 6,5 persen atau lebih.
8. Peran Orang Tua dan Guru
Sebagai pendidik anak, mestinya orang tua dan guru tidak membatasi pendidikan dan pengajaran hanya seputar materi sekolah saja, tapi lebih luas lagi mencakup materi life skill, termasuk soft skill tentang mengatur pola makan, yang dalam hal ini pola jajan juga termasuk di dalamnya.
Makanan termasuk hal esensial yang menentukan kualitas hidup seseorang, di masa sekarang dan nanti bertahun-tahun ke depan. Soal selera dan pilihan terhadap jenis makanan akan berpengaruh terhadap profil kesehatan tiap orang. Karena itu sebaiknya setiap anak bukan hanya diedukasi tentang hal ini, namun juga dididik dan dilatih, dipantau perkembangannya dalam membangun pondasi pola makannya.
Akhirnya, perlu disadari bersama bahwa pendidikan itu harus holistik, menyeluruh meliputi semua aspek untuk mempersiapkan anak mandiri menempuh hidupnya kelak, dan bukan hanya mengejar kecerdasan akademik tapi hal penting lain diabaikan. Dan kesabaran serta konsistensi adalah kunci dari keberhasilan semua proses itu. Percayalah, setiap usaha akan ada hasilnya. Dan kegigihan membersamai mendidik anak dalam urusan perut dan kesehatan ini akan berpengaruh terhadap penurunan angka the Silent Killer pada anak di Indonesia.
Referensi
Kompas.com
HALODOC
Kemenkes
Indonesiabaik.com
Republika
Post a Comment