Rutinitas sehari-hari dan berputarnya waktu demikian cepet
membuat kita kadang tidak sadar dengan cepatnya pula anak-anak bertumbuh. Kemaren
baru repot mempersiapkan ini itu masuk SD, membantu dan mendampingi
kesehariannya belajar, mendengar cerita-ceritanya tentang teman-temanya, dan
tau-tau anak kita tinggi badannya sudah hampir sama dengan kita orang tuanya,
pertanda dia mulai beranjak remaja.
Dan belum juga kita merasa cukup membekalinya dengan ilmu
agama yang mumpuni, dia sudah mengabarkan kalau telah menunjukkan tanda baligh.
Tanda fisiknya pun berubah, dan pikirannya mulai berubah juga, yang membuat
kita menghela nafas panjang, bersyukur sekaligus speechless dengan segala perubahannya
itu. Dan kita bertanya-tanya, apakah kita siap mendampingi putra-putri kita
yang sudah memasuki fase baligh itu. Cukup kah bekal ilmu kepengasuhan
(parenting) kita untuk mendampingi dan mendidik mereka di tahap ini?
Bukan rahasia lagi kalau level worry atau
kekhawatiran orang tua meningkat saat anak-anak mereka beranjak remaja.
Pergaulan mereka yang semakin luas dan isu kenakalan remaja adalah salah satu
penyebabnya.
Kekhawatiran tentang Kenakalan Remaja
Pemberitaan tentang aksi kriminal yang dilakukan oleh anak
usia remaja makin banyak menghiasi media massa. Hal ini tentu membuat banyak
orang tua khawatir dengan putra-putrinya. Pikiran jadi overthinking
takut anaknya menjadi salah satu korban atau malah pelaku kejahatan tersebut.
Di antara aksi kenakalan remaja yang termasuk tindak pidana itu
adalah penyalahgunaan narkoba, pemerkosaan, pencurian, tawuran, begal, bahkan
pembunuhan.
Namun perilaku yang termasuk kenakalan remaja tidak melulu
berupa tindak kriminal. Perbuatan remaja yang mengkhawatirkan dan melanggar
norma-norma kesopanan, agama, dan norma umum lainnya juga banyak. Misalnya suka
membolos, melawan guru, melawan orang tua, pergaulan bebas, hamil di luar
nikah, bullying, pornografi, dan masih banyak lagi.
Selain soal kenakalan remaja yang bersifat kriminal dan
melanggar norma-norma di masyarakat, ada permasalahan lain yang tidak kalah
penting menjadi fenomena pencetus kekhawatiran dan masalah bagi orang tua dan
pendidik, yaitu masalah kesehatan mental. Di media sosial secara
terang-terangan banyak remaja yang menyatakan diri mereka mengalami anxiety,
insecure, overthinking, depresi, bipolar, bahkan skizofrenia.
Memang benar-benar kalau dilihat urusan remaja itu rentan
dengan aneka masalah di sana sini.
Penyebab Permasalahan Kenakalan Remaja
Penyebab kenakalan remaja biasanya akan selalu dikaitkan
dengan pengaruh teman sebaya atau yang lebih populer disebut salah pergaulan.
Kalau soal pengaruh orang lain, tentunya semua rentang usia baik anak-anak
hingga orang dewasa bahkan lansia berpotensi untuk terpengaruh oleh teman
pergaulan. Kan semua orang juga bergaul. Tapi mengapa remaja terlihat lebih rentan
terpengaruh? Apakah mereka tidak mempunyai filter?
Mau menjadikan perubahan hormon sebagai kambing hitam? Well,
ibu hamil juga mengalami perubahan hormon sodara. Memang perubahan hormon bisa
menjadi pencetus perubahan sikap, perilaku, dan pikiran. Akan tetapi kontrol
diri dan filter individu itulah yang sangat berpengaruh terhadap sikap dan
keputusan bertindak seseorang.
Sedangkan kontrol diri dan filter individu itu sangat dipengaruhi
oleh nilai-nilai yang tertanam dalam diri mereka. Nilai agama, keluarga, sosial,
budaya, seberapa kuat nilai-nilai tersebut tertanam di dalam diri remaja.
Sebelum lebih jauh membicarakan penyebab kenakalan dan
masalah-masalah remaja itu, mari kita coba menggali dari akar mengapa di usia
belasan tahun (teen ages) seorang yang semula anak-anak menjadi rentan dengan
perubahan yang sayangnya ke arah negatif. Apa sebenarnya yang tertanam sebagai
citra diri mereka sehingga sulit bagi mereka untuk teguh berada di jalur
positif dan mengabaikan segala pengaruh negatif dari dunianya. Mengapa mereka
rendah sekali kontrol diri dan filternya?
Masa remaja katanya merupakan masa di mana anak sedang
mencari jati diri mereka. Itu adalah statement yang sering kita dengar perihal
remaja. Tapi tahukah Ibu, bahwa istilah “remaja” itu sendiri ada yang
menganggapnya hanya sebuah fenomena? Kita akan membahas ini dari segi Islam.
Dalam agama Islam tidak dikenal tahapan perkembangan seorang manusia yang bernama
fase remaja. Dalam Islam hanya ada 2 fase perkembangan, yaitu anak dan
dewasa.
Bapak Adriano Rusfi, seorang psikolog dari Universitas
Indonesia yang giat mengedukasi parents Indonesia tentang masalah remaja
melalui banyak workshop, seminar, ceramah maupun bukunya tentang Pendidikan Akil
Baligh memberikan pernyataan bahwa remaja itu adalah sebuah fenomena.
“Remaja adalah sebuah fenomena yang harus diakui memang ada.
Namun bukan sebagai sebuah kemestian. Artinya ketika faktanya memang ada
fenomena remaja, justru disitulah masalahnya, karena semestinya itu tidak perlu
ada. Kalau memang remaja itu konstitusional, mestinya dikenal sejak zaman Adam
a.s. tapi ini ternyata tidak” – Ustadz Adriano Rusfi
Apakah kita akan denial dengan anak-anak belasan
tahun yang sedang mencari jati diri tersebut? Apa jadinya mereka kalau
keberadaannya tidak diakui? Eits tunggu dulu, ini bukan salah mereka, bahkan
ini adalah sebuah introspeksi/muhasabah bagi generasi-generasi sebelumnya,
yaitu orang tua, pendidik, dan masyarakat. Yap, ini adalah pembelajaran buat
kita untuk lebih memahami mereka agar bisa mengarahkankannya.
Jadi, jika remaja itu bukan kemestian, berarti bagaimana
dong yang benar ? Apakah semestinya anak itu tumbuh langsung jadi dewasa ?
Tidak melewati masa remaja dulu ? IYA.Ternyata memang itu jawabannya.
Dalam Islam dan agama mana pun, sebenarnya tidak pernah ada
istilah remaja. Hanya ada istilah anak dan dewasa. Bahkan Adriano Rusfi melakukan
kajian terhadap sejarah ilmu psikologi perkembangan, seluruh literatur
psikologi abad 19 tak mengenal masa remaja (adolescence), karena masa remaja
adalah produk abad 20 dimana telah lahir generasi dewasa fisik (baligh) namun
tak dewasa mental (aqil).
Dalam budaya tradisional dari suku manapun, tidak pernah ada
pengakuan sebagai remaja. Yang ada adalah fase anak, dan sebuah gerbang atau
ritual sebagai pengakuan bersama bahwa seorang anak telah menjadi dewasa.
Bagaimana dengan aturan negara?
Mari kita tengok sejarah negeri kita.
“Putra putri Indonesia yang telah berusia 15 tahun sudah
harus mampu melakukan seluruh peran tanggungjawab orang dewasa”.
Demikian bunyi kalimat dalam UU Pendidikan dan Pengajaran
tahun 1951. Jadi sebenarnya Indonesia sudah mengatur tentang kedewasaan bahkan
di usia berapa sebenarnya anak anak sudah tidak bisa dikategorikan lagi sebagai
anak anak, dan semestinya sudah pantas disebut dewasa.
Dilihat dari hal ini, sebenarnya UU sudah mengatur standar
kepemudaan dengan benar, memiliki kualitas aqil baligh di usia 15 tahun.
Sebenarnya pemuda Indonesia dulu pun sudah matang di usia 15
tahun. Kita bisa lihat dari sejarah Sumpah Pemuda. Dalam Sumpah Pemuda kita
bisa melihat bagaimana kualitas kepemudaan saat itu.
4 mazhab ulama telah menyepakati bahwa paling lambat usia 15
tahun seseorang harus sudah mukallaf. Ini artinya deadline aqil baligh adalah
15 tahun, yang umumnya terjadi aqil sudah mulai di usia 12-13 tahun. Dengan
begitu, kalaulah ada fase transisi, dalam Islam, fase itu itu maksimal 3 tahun,
yaitu dari usia 12 tahun ke 15 tahun.
Dalam Islam, jika pada usia 12 tahun seseorang sudah baligh,
karena belum 15 tahun, jika ingin ikut perang tetap harus izin orang tua dulu.
Islam membagi perkembangan manusia kedalam pra aqil-baligh
dan aqil-baligh. Hukum hanya mengenal anak-anak dan dewasa. Sedangkan
pendidikan hanya mengenal paedagogi dan andragogi.
Dalam Islam seorang manusia diharapkan memiliki kematangan
berpikir dan merasa bersamaan dengan kematangan fungsi reproduksinya. Hal ini
dinamakan Aqil bersamaan dengan Baligh. Aqil Baligh.
Lalu belakangan muncul generasi yang bukan anak, juga bukan
dewasa, namanya remaja. Terjadi kebingungan identitas dan perlakuan dalam
masa transisi yang makin panjang. Mereka menjadi galau dengan dirinya.
Maka, hari ini harus kita terima kenyataan hadirnya generasi
penuh syahwat dan angkara, tanpa kendali akal. Akan berkali-kali kita saksikan
generasi hamil di luar nikah, atau sibuk membully teman-temannya
Aqil adalah kematangan pemikiran, perasaan, emosi,
sehingga ada keterkaitan erat antara otak dan hatinya. Misalnya, orang yang
aqil tahu bahwa berhubungan seksual bisa menyebabkan kehamilan, maka menyadari
konsekuensi bahwa bisa hamil membuatnya bersedia menunda kesenangan melakukan
hubungan seksual sampai waktunya nanti menikah. Ini contoh keterkaitan otak dan
hati, dalam hal ini perasaan. Bersedia menunda kesenangan, meskipun fisik sudah
siap dan fungsional.
Baligh adalah kematangan fungsi reproduksi. Tandanya
adalah menstruasi pertama pada perempuan, dan mimpi basah pertama pada
laki-laki.
Frasenya pun Aqil Baligh, artinya Aqil dulu, baru
Baligh. Penting untuk mencapai kematangan pikiran dan perasaan dulu sebelum
kematangan fungsi reproduksi.
Dari sini, kita bisa melihat secercah harapan. Jika anak
anak dipandu dan dituntun untuk Aqil dulu baru Baligh, begitu banyak masalah
fenomena ke-remaja-an yang bisa dicegah, karena mereka akan mengerem diri
sendiri dari bertindak tanpa berpikir, memiliki kontrol diri yang kuat dan
filter yang ketat, dan mereka akan fokus pada produktivitas karena didorong
oleh kematangan pemikirannya sendiri.
Ikhtiar Seorang Ibu Untuk Mengantisipasi Terjadinya
Kenakalan Remaja
Berdasarkan pembahasan kita di atas tentang fenomena remaja
dan bagaimana seharusnya kita memandang remaja dalam Islam, maka bagaimana
ikhtiar seorang ibu dalam mengantisipasi terjadinya kenakalan pada anak
remajanya harus diawali dengan kesadaran untuk menuntun anak-anak tersebut untuk
bisa mencapai kondisi Aqil dulu baru baligh. Namun bagaiman jika anak kita saat
ini kondisinya sudah baligh sementara kita belum memastikan bahwa anak kita
sudah Aqil? Atau malah kita sepenuhnya sadar bahwa saat ini anak kita sudah
baligh tapi belum Aqil?
Berikut ini beberapa langkah yang bisa Ibu jadikan pedoman
untuk ikhtiar membersamai anak-anak remajanya menuju Aqil baligh:
1.
Berniat memulai babak baru pengasuhan anak menuju
Akil Baligh dengan secara sadar menantang diri untuk berkomitmen kuat mendidik
anak karena Allah Subhanahu Wata’ala. Pancangkan niat dan teguhkan arah bahtera
rumah tangga kita, sehingga tujuan kita adalah mendampingi dan menumbuhkan anak
siap menjadi aqil ketika ia memasuki gerbang balighnya.
2.
Banyak beristighfar memohon ampunan atas
kesalahan pemahaman dan kesalahan pengasuhan selama ini
3.
Berdoa kepada Allah agar diberi pertolongan
dalam segala upaya mendidik anak, agar Allah memberikan putra-putri Sholeh yang
taat kepada dan berbakti, dan agar Allah senantiasa menjaga mereka.
4.
Berkomunikasi dengan suami untuk bekerja sama mendidik
anak dengan memberikan effort lebih. Membagi tugas membersamai anak,
lebih sering membicarakan perkembangan anak, saling memberi semangat dan
menasehati dalam kesabaran dan melakukan evaluasi. Mendidik anak bersama secara rileks dan selalu optimis.
5.
Secara terbuka mengenalkan ke anak kita tentang
fenomena remaja dan bagaimana pandangan agama kita Islam terhadap masa Akil Baligh
yang harus mereka lalui. Sampai di sini Ibu boleh meminta maaf ke anak apabila
selama ini khilaf belum mempersiapkan mereka tentang masa Aqil baligh tersebut
karena belum mengilmui dengan baik. Ibu bisa mengajak anak untuk lebih aware
tentang hal ini dan lebih terbuka meski mungkin bagi dia itu sesuatu hal yang
baru dan bertentangan dengan yang dia yakini selama ini bahwa masa remaja itu adalah
masa mencoba banyak hal, mencari jati diri, wajar bergalau-galau, dan hal-hal
lain khas remaja yang mungkin masih lekat dengan citra yang dia sandang
sebelumnya.
6.
Mari membuat kesepakatan dengan anak, bahwa kita
orang tuanya mulai saat ini akan menganggap mereka sebagai pemuda dan bukan
remaja. Katakan padanya bahwa menganggapnya pemuda itu berarti lebih menghargai
mereka secara fitrah dan tanggung jawab serta potensinya.
7.
Mengajak mereka bercerita, berdiskusi tentang
kisah pemuda zaman dulu, pemuda Indonesia dalam mempersatukan bangsa melalui Sumpah
Pemuda misalnya, atau kisah pemuda Islam seperti Al Fatih sang penakluk
Konstantinopel. Bandingkan dengan kiprah pemuda zaman now dengan segala priviledgenya
dibanding dengan pemuda dulu. Pasti akan jadi diskusi yang seru, apalagi kalau
ayah ibu membandingkan dengan generasi di zaman mereka muda dulu, pasti mereka
tak akan mau kalah. Ini kesempatan untuk seru-seruan dan bercanda ria dengan mereka
dong.
8.
Tuntun mereka untuk mulai memikirkan bagaimana
rencananya untuk masa depan mendapatkan penghasilan, apakah dengan bekerja atau
kah dengan wirausaha mandiri. Jadikan diskusi tentang kemandirian sebagai obrolan
ringan yang tidak membebani, tetapi malah menjadi sesuatu yang seru karena
mereka tertantang untuk menggali potensinya dan mengeksplore mimpinya yang disupport
oleh orang tuanya. Ide dan keinginan mereka mungkin akan berubah-ubah, tapi
itulah seninya ngobrol sama anak. Kita akan makin dekat dan kenal dengan
mereka. Kalau orang tua enak diajak ngobrol insyaAllah anak akan betah dan mengandalkan
orang tuanya untuk teman berbagi ide maupun cerita.
9.
Dukung mereka eksplorasi minat bakatnya. Pingin
les ini itu dukung aja. Atau orang tua ada kendala biaya atau hal lain,
sampaikan saja. Yang penting anak tau kalau didukung dan diajak mencari solusi
kalau ada masalah dalam perwujudan keinginannya.
10.
Ajak anak ngobrol tentang lingkungan sosialnya
dan dunianya. Teman-temannya siapa, suka ngapain aja, apa ada yang menonjol
atau ada yang sedang kesusahan, adakah yang terlibat masalah di sekolah atau
keluarga. Ngobrol, komunikasi, cerita, kalau hal itu sudah menjadi aktivitas
biasa setiap hari maka akan terasa nyaman dan lancar. Tak ada jarak hati antara
orang tua dan anak.
11.
Bersenang-senanglah dengan anak. Misal dengan
memasak masakan favorit mereka bersama Atau olahraga bersama dan hal positif
lain yang mereka sukai.
12.
Bantu mereka mewujudkan mimpi jangka pendeknya
yang sederhana untuk memiliki suatu barang, dengan program menabung efektif. Support,
pantau hingga uang terkumpul dan rayakan dengan belanja bersama. Ini mengasah financial
skill mereka.
13.
Tanamkan Nilai-nilai agama lebih baik. Ibu perlu
mengaitkan hal-hal dalam agama dengan realitas nyata yang bisa mereka jangkau
dalam kehidupan sehari-hari. Apabila tidak tahu, jangan enggan bertanya ke
ustadz. Biarkan anak tahu kalau orang tuanya serius untuk mencari tahu
kebenaran. Dan jadikan itu budaya, maka anak akan mengikuti.
14.
Perhatikan perkembangan akademiknya. Apresiasi
perkembangannya dan dukung untuk menjadi lebih baik.
15.
Perhatikan perkembangan karakternya, tanggung
jawab, disiplin, komitmen, kesabaran, Ihsan, integritasnya. Dukung untuk menjadi
versi terbaik dirinya. Ajak bersama baca buku self development atau sekedar
lihat quote di tiktok juga oke.
16.
Buka diskusi tentang kesehatan mental. Ini bisa
jadi topik menarik loh. Tonton bersama reels Ig atau podcast para psikolog dan
psikiater yang menyampaikan isu kesehatan mental secara asik dan mudah diterima
anak muda.
17.
Berdiskusi tentang sex educatiaon secara
wajar dan memahami batas pemahaman sang anak. Bahas setahap demi setahap. Bila
takut bahasannya terlalu jauh, ada baiknya membahas seperti yang dibahas di
sekolah atau kelas online remaja tentang ini. Bertanya pada mereka tentang masa
balighnya dan hal-hal mengganggu apa yang dirasakannya pada organ reproduksinya
juga bisa. Atau mengangkat topik soal pergaulan bebas remaja. Nah itu fenomena
k-waves bisa jadi topik juga. Drakor maupun boyband mostly menyerempet-nyerempet
syahwat juga. Nggak jauh-jauh dari hal mendekati zina dalam batasan syariat Islam.
Atau fenomena generasi rainbow yang tengah marak di zaman ini.
18.
Beri tahu anak tentang konsekuensi apabila dia
melakukan pelanggaran-pelanggaran norma, baik norma agama, susila, atau hukum.
Mereka sudah dibebani tanggung jawab untuk menanggungnya. Dan di samlingmereka
menjalani konsekuensinya, hal itu juga akan berimbas kepada orang tua dan
orang-orang di sekitarnya.
19.
Ajari anak untuk memilih circle
pertemanannya. Bergaul itu tidak bisa dengan semua orang. Ketemu, saling tegur
sapa, dan bersikap baik pada semua orang itu betul, tetapi memilih teman untuk
berbagi cerita, bermain sehari-hari harus dengan teman yang punya vibes
positif. Karena dalam Islam agama seseorang itu sangat dipengaruhi oleh
temannya.
20.
Orang tua harus memberi teladan untuk setiap hal
baik. Katakan pula kepada anak remaja kita kalau dia adalah teladan bagi adek-adeknya,
baik di rumah maupun di sekolah.
21.
Jadikan momen melepas anak keluar rumah setiap hari
sebagai moment berharga untuk mendoakannya dengan tulus. Jadi bukan sekedar
salaman berpamitan, tapi mendoakan yang didengar olehnya. Lakukan selalu maka
akan ada ikatan antara kita dan anak yang lebih kuat saat mereka pergi.
22.
Pekalah terhadap masalah yang dihadapi anak.
Sikap dan raut wajahnya bisa jadi petunjuk jika dia sedang menghadapi sesuatu.
Siaplah menjadi pendengarnya, bersabarlah untuk memberi masukan sampai ada
isyarat dia mengharapkan.
23.
Jika anak menghadapi masalah di sekolah atau
lingkungan pertemanannya, siaplah untuk membantunya, bukan menyalahkannya.
Biasanya anak sudah tau kalau dia salah, dia hanya perlu diberi ruang untuk mengakui
kesalahannya dan mengumpulkan keberanian untuk menghadapi konsekuensinya.
24.
Urusan anak remaja kita itu banyak, Ibu. Apalagi
kita sendiri masih terbiasa dengan istilah dan citra “remaja” yang masih
melekat. Untuk lebih memperbaiki pemahaman kita tentang fenomena remaja dan
kekhawatiran tentang potensi kenakalannya itu, sebaiknya sebagai orang tua terus
membekali diri dan upgrade ilmu kepengasuhan. Bergabunglah bersama parents lain
yang punya anak remaja melalui forum-forum online. Atau ikutilah seminar-seminar
yang disiarkan di youtube channel. Gunakan kata kunci “pendidikan Akil Baligh”
maka akan banyak video yang relevan. Atau ikuti pembicara-pembicara berikut yang
punya perhatian lebih terhadap masalah remaja:
·
Bapak Adriano Rusfi, psikolog yang menggagas
kurikulum “Remagogi”. Sebuah sistem pembelajaran tentang masalah Aqil baligh.
·
Dokter Aisah Dahlan yang malang melintang
menangani masalah narkoba di Indonesia dan banyak bicara tentang menangani remaja
melalui NLP. Kocak, menghibur, dan bersemangat, ibu-ibu pasti suka.
·
Ibu Elly Risman, psikolog yang fokus mengedukasi
orang tua untuk bersungguh-sungguh mendidik putra-putrinya. Penelitiannya
tentang otak anak yang kecanduan pornografi sungguh meresahkan kita para orang
tua.
·
Ibu Astri Katrini Alafta, certified NLP yang
banyak berbicara tentang pendidikan anak. Penuturannya yang deep akan
membawa kita ikut terhanyut dalam muhasabah.
25.
Tawakkal. Terus berdo sepanjang usaha agar semua
usaha kita diridhoi Allah dan diberikan hasil terbaik.
Demikian beberapa upaya, langkah-langkah ikhtiar yang bisa
kita lakukan sebagai ibu untuk membersamai anak remaja kita menyongsong kesiapan
Aqil balighnya dan menghadapi masa remajanya yang penuh warna agar tidak
terjatuh pada masalah mengkhawatirkan seputar kenakalan remaja.
Post a Comment